Data ACW - BANDA ACEH – Penyelenggaraan temu konsolidasi pendamping KUMKM pada hari kamis 18 februari, dalam rangka mengoptimalkan pembinaan bagi koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah (KUMKM) guna memperkuat ekonomi daerah melalui peningkatan peran pendamping dalam pembinaan dan pengembangan KUMKM yang dilaksanakan di Aula Gedung PLUT-KUMKM Aceh.
Manager PLUT-KUMKM Aceh, Murni Mard menjelaskan hampir semua dinas/ lembaga/ badan memiliki tenaga pendamping yang jumlahnya mencapai ribuan orang, dimana mereka bekerja tanpa pamrih (relawan) jika pun ada insentif yang mereka terima relatif masih berada dibawah UMR, mereka bekerja tanpa bimbingan maksimal, tidak adanya lembaga yang mengkoordinasi dan pedoman yang memadai. Peran mereka sangat menentukan hidup dan matinya usaha masyarakat bahkan sebagian pelaku usaha mikro kecil menganggap mereka adalah pahlawan.
Menyinggung tentang masalah yang dihadapi oleh dunia usaha di Aceh, lanjut Murni menjelaskan bahwa dunia usaha khusunya KUMKM di Aceh menghadapi berbagai masalah, adapun 5 masalah utama yang dihadapi diantaranya : 1). Terbatasnya akses pasar bagi produk lokal, hal ini lebih dipacu dengan diberlakukannya “MEA” pada awal januari 2016; 2). Struktur permodalan mengingat usaha yang dijalankan masih mengandalkan kekuatan keuangan keluarga; 3). Lemahnya inovasi, kreasi dan SDM pengelola, 4). Terbatasnya memanfaatkan teknologi informasi; dan 5). Terbatasnya jaringan dan kemitraan.
Kegiatan Temu Konsolidasi Pendamping KUMKM dengan SKPA teknis terkait dan BUMN di tingkat provinsi diakhiri dengan penyerahan Kartu Identitas Pendamping KUMKM “Kartu ini adalah tanda pengenal bagi pendamping KUMKM, agar mereka dalam melakukan pembinaan dan pengembangan KUMKM di daerahnya masing-masing tidak lagi dianggap sebagai CALO” pungkas Murni Mard.
Manager PLUT-KUMKM Aceh, Murni Mard menjelaskan hampir semua dinas/ lembaga/ badan memiliki tenaga pendamping yang jumlahnya mencapai ribuan orang, dimana mereka bekerja tanpa pamrih (relawan) jika pun ada insentif yang mereka terima relatif masih berada dibawah UMR, mereka bekerja tanpa bimbingan maksimal, tidak adanya lembaga yang mengkoordinasi dan pedoman yang memadai. Peran mereka sangat menentukan hidup dan matinya usaha masyarakat bahkan sebagian pelaku usaha mikro kecil menganggap mereka adalah pahlawan.
Menyinggung tentang masalah yang dihadapi oleh dunia usaha di Aceh, lanjut Murni menjelaskan bahwa dunia usaha khusunya KUMKM di Aceh menghadapi berbagai masalah, adapun 5 masalah utama yang dihadapi diantaranya : 1). Terbatasnya akses pasar bagi produk lokal, hal ini lebih dipacu dengan diberlakukannya “MEA” pada awal januari 2016; 2). Struktur permodalan mengingat usaha yang dijalankan masih mengandalkan kekuatan keuangan keluarga; 3). Lemahnya inovasi, kreasi dan SDM pengelola, 4). Terbatasnya memanfaatkan teknologi informasi; dan 5). Terbatasnya jaringan dan kemitraan.
Kegiatan Temu Konsolidasi Pendamping KUMKM dengan SKPA teknis terkait dan BUMN di tingkat provinsi diakhiri dengan penyerahan Kartu Identitas Pendamping KUMKM “Kartu ini adalah tanda pengenal bagi pendamping KUMKM, agar mereka dalam melakukan pembinaan dan pengembangan KUMKM di daerahnya masing-masing tidak lagi dianggap sebagai CALO” pungkas Murni Mard.